artinya: "ya tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah engkau (baitullah) yang dihormati, ya tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari Ayatini berarti bahwa dalam kehidupan rumah tangga tidak mungkin kita tidak menemui apa yang kita benci ada pada pasangan kita. Namun, jangan sampai hal itu menjadi alasan untuk memisahkan kita dari pasangan. Semoga Allah selalu menjaga rumah tangga kita dari segala tipu daya setan. Berikutini kondisi rumah tangga Arya Saloka dan Putri Anne imbas isu perselingkuan dengan Amanda Manopo Mencuat.Kondisi rumah tangga Putri Anne dan Arya Sal Prahararumah tangga pabrikan Honda tak kunjung usai. Meski begitu, ada harapan yang sedikit demi sedikit mulai muncul kepermukaan. Kabar pemulihan pasca operasi Marc Marquez berjalan lancar. Peningkatan itu dikonfirmasi oleh tim dokter yang menangani juara dunia enam kali tersebut. Di sisi lain, Pol Espargaro pun sedang menjalani program Permasalahandalam sebuah rumah tangga adalah hal yang lumrah, hanya saja bagaimana kita menyikapinya. (DOC) KETIKA PRAHARA MENGHANTAM BAHTERA RUMAH TANGGA | Tisman Hasyr - no longer supports Internet Explorer. Artinya Imam Syafi'i berkata, baik Al-Qur`an maupun assunah telah menjelaskan bahwa kewajiban suami terhadap istri adalah mencukupi kebutuhannya. Konsekuensinya adalah suami tidak boleh hanya sekadar berhubungan badan dengan istri tetapi menolak memberikan haknya, dan tidak boleh meninggalkannya sehingga diambil oleh orang yang mampu Rumahtangga beriak dan berombak, kadang berprahara itu biasa, saya juga sama. Dalam mematangkan kedewasaan, konflik itu madrasahnya. Kalau rumah tangga lagi prahara, saya bingung mau ngapain. Ngomong salah, diam salah, senyum salah, cemberut salah, nawarin makan juga salah. Pokoknya dalam urusan cinta dan mengelola hati pasangan sangat Bantahandan Pengakuan Jonathan Frizzy soal Prahara Rumah Tangganya dengan Dhena Devanka. 07/10/2021, 08:58 WIB. "Jawabannya sebenarnya aku klarifikasi di sini rumah tangga kami sudah tidak harmonis sejak lama banget. Jauh dari sebelum 2018, 5 tahun ke belakang," ucap Ijonk. Artinya, menurut Sebastian, bisa disimpulkan Rumahtangga Rizky Billar dan Lesti Kejora selalu terlihat harmonis di depan layar. Walaupun selalu terlihat harmonis, ternyata Rizky Billar dan Lesti Kejora kerap mendapatkan hujatan dari netizen. Baca juga: Nyawa Baby L Terancam, Rizky Billar Tolak Permintaan Kado Harimau Putih untuk Lesti Kejora: Jangan! Makruhartinya boleh dilakukan namun lebih baik ditinggalkan. Artikel diambil dari : Masalah Pernikahan Dini Anak perempuan yang masih kecil belum siap secara fisik maupun psikologis untuk memikul tugas sebagai istri dan ibu rumah tangga, meskipun dia sudah aqil baligh atau sudah melalui masa haid. oOJIm6O. Bepijak dari pengalaman saya, sebagai seorang hakim saya juga menjalankan aktifitas mediasi, yang sering berusaha menyelamatkan kelangsungan hidup berumah tangga, terfikir oleh saya, tentang bagaimana mengatasi persoalan, berkaitan dengan retaknya hubungan pasangan suami istri. Selama saya berkecipung di bidang permediasian, perkenankan saya mengutarakan keyakinan, bahwa semua itu dapat teratasi, jika pasangan suami istri melaksanakan hal-hal di bawah ini. Hal-hal tersebut perlu saya sampaikan, karena hampir semua perceraian, penyebab utamanya adalah terputusnya komunikasi. Kemudian ego masing-masing pihak yang lebih ditonjolkan dari pada saling pengertian dan memahami. 5 kunci sukses yang harus dilaksanakan oleh pasangan suami istri, untuk terhindar dari dahsyatnya badai rumah tangga adalah sebagai berikut 1. Niatkan nikah sekali untuk selamanya Luruskanlah niat pada setiap pasangan, bahwa tujuan membina rumah tangga adalah untuk terwujudnya keluarga yang kekal abadi di dunia maupun di alam setelah kematian. Tanamkan dalam hati, bahwa membangun bahtera hidup rumah tangga, semata-mata adalah untuk satu orang, berkolaborasi guna beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena perkawinan itu adalah sekali dalam hidup, sampai maut memisahkan, maka tidak perlu adanya perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan hanya akan membawa pasangan pada bayangan perpisahan dan kecurigaan. Apa yang ada di pikiran kita adalah doa. Maka hindarilah pikiran-pikiran yang bersifat negatif, bayangkanlah bahwa anda akan hidup bersama pasangan selama-lamanya. Maka hal seperti itu pulalah, yang didapatkan. 2. Terbuka dengan pasangan Keterbukaan adalah kunci sukses dalam membentuk keluarga yang harmonis. Belum ditemukan keluarga sejahtera dengan sejuta rahasia. Dengan keterbukaan, maka segala ganjalan hati yang muncul dalam kehidupan berkeluarga, dapat terselesaikan dengan baik. Keterbukaan dimaksud adalah keterbukaan keuangan, juga keterbukaan dalam merencanakan masa depan anak-anak. Jika ada pemberian nafkah bagi orang tua, juga harus dilaksanakan secara terbuka, di antara masing-masing pasangan. Ketidakterbukaan, atau bisa jadi sebuah kebohongan, adalah tindakan yang harus dihindari, dalam kehidupan berumah tangga, karena akan memunculkan permasalahan dan kebohongan baru. Tetaplah untuk bersifat sportif dan terbuka pada pasangan. Terbukalah. 3. Saling berbuat baik Berlomba-lombalah untuk berbuat baik. Daftarkanlah pasangan untuk melakukan kunjungan wisata, kunjungan ibadah, belikanlah isteri mobil, berilah kejutan ulang tahun untuk pasangan, belikan pasangan sepatu, baju, handphone, dan yang lainnya. Itu adalah bagian dari perbuatan baik bagi pasangan. Tentunya sesui dengan kemampuan lho ya. Tidak ada yang paling berpengaruh dalam rumah tangga. Semuanya memiliki perannya masing-masing. Suami dan istri adalah sepasang manusia, yang jika salah satu bermasalah, maka jalannya roda kebahagiaan keluarga akan terganggu. Jangan ragu dan pelit, dalam berbuat kebaikan, karena memuliakan pasangan hidup akan membawa keberkahan. Kalau sudah berkah semua akan berjalan dengan tenang, baik, dan tercukupi. Rumah tangga akan terasa tenteram dan penuh kebahagiaan. 4. Saling berebut mengatakan saya yang salah Janganlah saling mencari kebenaran masing-masing. Jika demikian, yang terjadi adalah gejolak dan percekcokan antara suami istri yang tiada henti. Namun demikian dengan saling berebut mengatakan saya yang salah, niscaya percekcokan akan dapat diminimalisir. Manusia tidak ada yang sempurna. Semua orang penuh dengan kekurangan. Jadi, untuk masing-masing pasangan, harus menyadari bahwa ketika kita menyalahkan pasangan, bisa jadi kesalahan kita lebih parah dari pada pasangan kita. Tidak ada manusia yang paling benar di dunia ini. Juga terhadap diri kita masing-masing terhadap pasangan. Pasti ada kekurangan yang kita miliki. Jadi jangan merasa jadi pasangan yang merasa paling benar, paling berpengaruh, dan paling dominan. Hidup berumah tangga adalah seperti sistem, bila salah satu bagian bermasalah, maka akan mengganggu jalannya bagian yang lain. Berebutlah untuk mengatakan saya yang salah. 5. Berpasrah pada Tuhan Selalu berbuat kebaikan. Kita harus berkeyakinan bahwa orang baik akan disayang Tuhan. Hilangkan kekhawatiran kita, tetap lakukan hal-hal yang baik. Orang baik akan mendapatkan pasangan yang baik, dan sebaliknya, orang yang keblinger juga akan mendapatkan orang yang serupa. Niat baik akan balik mendapatkan kebaikan. Jangan pernah protes kepada Tuhan. Baik menurut manusia, belum tentu baik bagi Tuhan. Akan tetapi kebaikan bagi Tuhan, tentunya akan menjadi kebaikan bagi kita dan pasangan. Selalu berprasangka baik terhadap Tuhan. Tuhan akan memberikan apa yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan. Jika sudah melaksanakan itu semua, maka pasrahkan kepada Tuhan. Yakinlah bahwa orang yang berusaha dengan dasar kebaikan, pasti akan dilindungi Tuhan. Kebaikan dan kesabaran akan menghasilkan kebahagiaan kita dan pasangan. Tuhan tidak tidur. Usaha lahiriah dan batiniah seperti di atas wajib kita lakukan. Karena perkawinan bukanlah untuk menang-menangan, tetapi lebih kepada pengertian, usaha untuk saling menyayangi, dan tetap berusaha sepanjang masa, untuk memupuk dan mempertahankan kelanggengan hidup berumah tangga Perceraian terkadang menjadi pilihan terakhir bagi pasangan suami istri yang sudah merasa tak cocok. Namun sebelum buru-buru menggugat, ketahui dulu 5 hukum perceraian dalam pandangan Islam. Setiap pasangan suami istri tentunya mendambakan pernikahan yang langgeng hingga akhir hayat. Walaupun mungkin di tengah perjalanan bisa saja ada salah satu pasangan, atau bahkan keduanya, yang berubah pikiran. Karena berbagai masalah yang tak kunjung bisa diselesaikan, kata pisah pun terucap. Setiap pasangan hendaknya menjaga dan mempertahankan ikatan pernikahan. Terlebih lagi seorang suami, di mana saat ijab kabul ia berikrar atas nama Allah. Maka Allah berfirman dalam al Quran وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا “Dan mereka istri-istrimu telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” QS. An-Nisaa’ 21 Perceraian adalah jalan terakhir yang bisa ditempuh untuk mengakhiri prahara dalam rumah tangga. Dalam pandangan Islam, cerai adalah perbuatan yang tidak disenangi Allah, tetapi diperbolehkan. Lho, bagaimana maksudnya? Bahwa sejatinya Allah tak menyukai jika sebuah rumah tangga diakhiri dengan perceraian. Namun jika memang cerai dianggap jalan terbaik oleh kedua pasangan, Allah pun tak hendak mempersulit hamba-Nya. Meski begitu, cerai tak lantas diperbolehkan untuk semua pasangan. Dalam beberapa kondisi tertentu, hukum cerai akan berbeda-beda. Makanya, sebelum tergesa-gesa mengutarakan kata cerai, pasangan suami istri wajib mengetahui hukumnya secara lengkap dan menyeluruh. 5 Hukum Perceraian dalam Islam yang Perlu Diketahui 1. Mubah, Hukum Perceraian yang Pertama Dalam istilah agama Islam, mubah artinya boleh. Ada beberapa sebab tertentu yang menjadikan hukum bercerai adalah mubah. Contoh kasus, misalnya ketika suami sudah tidak lagi memiliki keinginan dan nafsu untuk berhubungan intim atau istri sudah memasuki masa menopause sementara suami masih ingin memiliki keturunan, maka cerai dihukumi mubah. Situasi lain, ketika istri berperangai buruk dan suami tak cukup sabar untuk menghadapinya, maka mentalak istri dibolehkan. Artikel terkait Cerai via online makin marak dilakukan, apakah sah menurut hukum Islam? 2. Sunnah, Hukum Perceraian yang Kedua Makna kata sunnah berarti suatu perbuatan yang jika dilakukan akan mendapatkan pahala. Dalam hal ini, berarti pasangan suami istri dianjurkan bercerai. Lantas, situasi seperti apa perceraian dapat dihukumi sunnah? Perceraian bisa mendapatkan hukum sunnah ketika terpenuhi syarat-syarat tertentu. Misalnya, ketika seorang suami tidak mampu menanggung kebutuhan istrinya maka disunnahkan suami untuk menceraikan sang istri. Atau ketika seorang istri tidak lagi menjaga kehormatan dirinya dan suami tidak mampu lagi membimbingnya, maka hukum cerainya adalah sunnah. 3. Makruh Makruh adalah kebalikan dari sunnah, artinya suatu perbuatan yang jika ditinggalkan justru akan mendapatkan pahala. Perceraian dihukumi makruh ketika tak ada alasan yang jelas mengapa memilih cerai. Contohnya, jika seorang istri memiliki akhlak yang mulia, mempunyai pengetahuan agama yang baik, maka hukum untuk menceraikannya adalah makruh. Selagi rumah tangga masih bisa diselamatkan, seorang suami hendaknya tidak sembarangan menjatuhkan talak. Artikel terkait Cerai saat hamil, Sahkah di mata hukum Indonesia dan hukum islam? 4. Perceraian dengan Hukum Wajib Sebuah perceraian bisa memiliki hukum wajib, jika pasangan suami istri tidak lagi bisa berdamai, terjadi konflik terus-menerus. Keduanya pun sudah tak menemukan jalan keluar lain untuk menyelesaikan masalah. Dalam kondisi seperti ini, biasanya pasangan akan dimediasi dulu oleh dua orang wakil dari pihak suami dan istri. Tetapi jika permasalahan tak kunjung selesai dan tak ada perdamaian, selanjutnya masalah akan dibawa ke pengadilan. Pengadilan agamalah nanti yang akan menilai dan memutuskan bahwa cerai adalah keputusan yang terbaik. Dengan demikian, maka perceraian tersebut menjadi wajib hukumnya. Selain itu, beberapa kondisi juga bisa menyebabkan hukum cerai menjadi wajib, seperti pasangan melakukan perbuatan keji dan tidak mau bertaubat, atau ketika pasangan murtad atau keluar dari agama Islam. 5. Haram, Salah Satu Hukum Perceraian dalam Islam Hukum perceraian adalah haram jika seorang suami menceraikan istrinya pada saat istri sedang haid atau nifas. Juga haram hukumnya menjatuhkan talak ketika suami telah berhubungan badan dengan sang istri tanpa diketahui istrinya hamil atau tidak. Selain itu, seorang suami juga haram menceraikan istrinya jika dimaksudkan untuk mencegah istrinya menuntut hartanya. *** Nah, itulah 5 hukum perceraian dalam Islam yang wajib diketahui pasangan. Semoga informasi ini bermanfaat! Baca juga Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android. Oleh. Najmah Saiidah Islam adalah mabda yang sahih, yang darinya lahir aturan yang sempurna sebagai peraturan hidup, menjadi rahmat dan kebahagiaan bagi seluruh umat manusia, sehingga tidak terjadi benturan dan ketakseimbangan. Benturan dan ketakseimbangan muncul ketika manusia mencampakkan Islam sebagai aturan dalam hidupnya. Islam memiliki aturan yang menyeluruh yang mengatur seluruh aspek kehidupan, tidak terkecuali masalah pernikahan atau rumah tangga. Dalam Islam, pernikahan merupakan akad antara laki-laki dan wali perempuan yang karenanya hubungan laki-laki dan perempuan ini menjadi halal, sebagai pasangan suami-istri. Jika keluarga yang dibentuk dilandasi fondasi kokoh yaitu akidah Islam, diiringi niat, cara, proses pernikahan yang sesuai syariat Islam, restu akan menjadi doa dari semua yang menyaksikan ikatan sakinah, mawaddah, wa rahmah, bi idznillaah akan dicapai. Hanya saja, memang pernikahan tidak selalu berjalan mulus, kadang diterpa prahara. Tidak sedikit keluarga yang mengalami disharmoni bahkan disfungsi akut akibat impitan ekonomi dan krisis, termasuk pandemi saat ini, hingga keluarga tak bisa lagi diharapkan menjadi benteng perlindungan dan tempat kembali yang paling diidamkan. Yang terjadi adalah rumah tangga yang berantakan, penuh dengan kebencian. Seorang istri merasa sangat diatur suaminya, sebaliknya di sisi lain, sang suami merasa tidak dihargai istrinya. Ada yang berpendapat, seorang wanita yang telah menikah, mau tak mau si istri harus tunduk pada seluruh perintah suaminya tanpa ada hak bagi istri untuk berdiskusi atas tindakan suaminya dalam kondisi apa pun, sekalipun sang suami melakukan tindakan kemaksiatan. Atau sebaliknya, sang istri menuntut penuh hak-haknya dari suaminya, sementara istri enggan memberikan hak-hak suami atasnya. Jika keadaannya seperti ini, sulit diharapkan terwujud kehidupan rumah tangga yang harmonis. Memang cobaan yang datang setelah pernikahan merupakan ujian yang harus dihadapi dengan kematangan sikap dan kematangan berpikir. Idealnya, harus dihadapi dengan hati dan pikiran terbuka, selalu berprasangka baik terhadap pasangan. Di sinilah Islam datang memberikan petunjuk dan rambu-rambu kepada umat Islam—dengan Rasulullah sebagai contoh terbaik—sehingga tidak berujung pada perpisahan. Lalu, apa saja rambu-rambu tersebut? Pertama. Menyelami tujuan pernikahan dan bersabar Keluarga yang tegak di atas syariat Islam, sesungguhnya akan mampu menciptakan ketenangan, ketenteraman, keadilan, dan rasa aman. Suami-istri hidup berdampingan saling asih dan asuh, serta menjalankan bahtera keluarga layaknya dua orang sahabat sejati yang selalu berbagi suka dan duka. Hanya saja ketika hilang rasa cinta, hidup merasa tidak lagi bahagia, batin merasa merana, bercerai memang tidak mengapa, namun jika ingat tujuan awal menikah adalah ingin menggapai rida Allah Swt., maka bersabar dan selalu berupaya memperbaiki keadaan yang masih bisa diperbaiki tentu lebih baik. Kesabaran merupakan langkah utama ketika mulai muncul perselisihan antarpasangan. Kebaikannya tidak selalu terletak pada apa yang bisa dilihat mata, namun kebaikannya bisa berupa ganjaran dari Allah Swt.. Allah Swt. berfirman, “Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” QS An-Nisa 19 Lebih dari itu, adakalanya kesabaran tersebut akan Allah balas dengan anak-anak saleh yang keluar dari orang yang sanggup kita bersabar darinya. Berkaitan dengan surah An-Nisa ayat 19 tersebut, Imam al Qurthubi menyatakan, “… bila kamu tidak menyukai mereka yakni karena keburukan rupa atau keburukan perangai namun tidak melakukan kekejian zina atau kedurhakaan nusyuz, dalam hal ini dianjurkan bersabar, karena bisa saja hal itu menjadi awal Allah memberinya rezeki dari istri tersebut berupa anak-anak yang saleh. Kedua. Mendatangkan juru damai yang tepercaya. Jika konflik memang sudah tidak mampu diatasi berdua, sementara keadaan semakin runcing, kehadiran juru damai yang tepercaya sebagai penengah sangat diperlukan, sebagaimana yang diperintahkan Allah Swt. “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” QS An-Nisa 35 Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu Abbas, “Allah memerintahkan mereka untuk mengutus seorang laki-laki yang saleh tepercaya dari pihak keluarga laki-laki, dan seorang yang sama dari pihak keluarga wanita. Kedua hakam atau juru damai ini diharapkan bisa membantu menyelesaikan permasalahan suami-istri ini.” Imam Bukhari menceritakan bahwa Rasulullah pernah bertengkar dengan Aisyah. Untuk menyelesaikan masalah, diundanglah Abu Bakar ra. sebagai penengah. Di hadapan Abu Bakar Rasulullah bertanya pada Aisyah, “Engkau atau aku yang bicara?” Aisyah pun menjawab, “Engkau saja yang bicara, namun jangan mengatakan sesuatu kecuali yang benar.” Mendengar ini, Abu Bakar langsung menamparnya dan berkata, “Akankah Beliau mengatakan selain yang benar, hai musuh dirinya sendiri?” Lalu Aisyah berlindung kepada Rasulullah, kemudian Rasulullah berkata pada Abu Bakar, “Sesungguhnya kami tidak mengundangmu untuk melakukan ini, dan kami tidak menginginkan engkau melakukan ini.” Suatu ketika Rasulullah Saw. datang ke rumah Fatimah ra, namun beliau tidak menjumpai Ali ra. di rumahnya. Maka beliau bertanya, “Di manakah anak pamanmu?” Fatimah menjawab, “Sebenarnya antara saya dan dia ada permasalahan, malah dia memarahiku. Setelah itu, ia keluar dan enggan beristirahat siang di sini.” Lalu Rasulullah Saw. bersabda kepada seseorang, “Lihatlah carilah, di manakah dia berada!” Tidak lama kemudian, orang tersebut datang dan berkata, “Wahai Rasulullah, sekarang dia tengah tidur di masjid.” Setelah itu Rasulullah Saw. mendatangi Ali ra. ketika ia sedang berbaring, sementara kain selendangnya jatuh dari lambungnya hingga banyak debu yang menempel di badannya. Kemudian Rasulullah mengusapnya seraya bersabda, “Bangunlah hai Abu Turab! Bangunlah hai Abu Turab!” HR al-Bukhari Ketiga, Ta’dib suami kepada istri, ketika terjadi nusyuz. Tidak dimungkiri, dalam situasi seperti ini muncul tanda-tanda awal kedurhakaan nusyuz, maka Islam pun memberikan solusinya, sebagaimana yang disampaikan Allah dalam firman-Nya, “Wanita-wanita yang kalian khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka, tinggalkanlah mereka dari tempat tidurnya, dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membekas. Jika mereka menaati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari alasan untuk menghukum mereka” QS an-Nisa 34 Imam Al Muzani dalam kitabnya Mukhtashor al Muzani menerangkan tentang ayat ini, “Dan di dalamnya surah An Nisa’ 34 adalah petunjuk pada konsekuensi dalam setiap kondisi wanita, kapan mereka ditegur dan dihukum bila ditemukan pada mereka indikasi yang mengkhawatirkan, baik dari perbuatan atau perkataan, maka ditegur dan dinasihati lebih dahulu, jika tetap berbuat nusyuz maka pisah ranjang, dan bila masih berbuat demikan maka pukullah dengan pukulan yang tidak membekas.” Keempat, introspeksi diri dan tidak saling menyalahkan. Sebaik apa pun rumah tangga manusia, tentulah ada kekurangan dan hal yang tidak menyenangkan sehingga menyebabkan permasalahan , di sinilah saatnya kedua belah pihak baik suami maupun istri melakukan introspeksi diri dan tidak saling menyalahkan yang satu dengan yang lain. Ada baiknya yang satu mengalah dari yang lain, walaupun memang tidak mudah untuk dilakukan. Di antara sikap yang harus dihindari suami karena dicela Allah Swt. adalah kerap menyalahkan dan mencari-cari kesalahan istri. Hal itu tidak akan memperbaiki masalah dan kian merusak keharmonisan. Bukankah lebih baik memaklumi kekurangan istri dan membimbing mereka? Firman-Nya, “Jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.” QS an-Nisa 34 Kehidupan rumah tangga yang sukses, harmonis, sakinah mawaddah wa rahmah justru harus dihiasi dengan sikap saling melupakan keburukan pasangan taghaful, saling memaafkan dan memaklumi tasamuh, dan saling mendahulukan kepentingan masing-masing tanazul. Kelima, jalin komunikasi yang baik. Komunikasi juga menjadi faktor penting yang menentukan keberhasilan suami istri dalam menyelesaikan persoalan rumah tangga. Tanpa komunikasi yang baik, ketenteraman dalam keluarga bakal sulit dicapai. Bisa dikatakan, komunikasi menjadi salah satu kunci utama dalam sebuah pernikahan yang akan membebaskan pasangan dari rasa curiga, pikiran negatif, dan kecemasan lainnya. Komunikasi merupakan jembatan pembentuk kepercayaan. Dengan komunikasi, pasangan lebih bisa menentukan langkah ke depan menuju kebahagiaan yang diinginkan. Kita akan melihat kecerdasan dan kecerdikan seorang istri berkomunikasi dengan suami yang sedang berada dalam kepanikan karena peristiwa yang dihadapinya. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim serta Musnad Ahmad disampaikan tentang keadaan Nabi saat baru menerima wahyu pertama di Gua Hira’, bahwa Nabi Saw. pulang ke Khadijah dalam keadaan gemetar fisik dan hatinya. Beliau masuk dan berkata, “Selimuti aku, selimuti aku.” Ketika telah mulai tenang, beliau berkata, “Khadijah, aku khawatir diriku akan tertimpa musibah, aku khawatir diriku akan tertimpa musibah.” Khadijah berkata untuk menenangkan suaminya, “Bergembiralah, demi Allah, Allah tidak akan merendahkanmu selamanya. Engkau benar-benar jujur dalam ucapan, menjaga silaturahim, menanggung beban, memuliakan tamu, dan membantu orang yang kesulitan.” Kata-kata yang mengalir jujur dan bukan basa-basi. Menyejukkan hati yang sedang panas. Menenangkan jiwa yang sedang gemetar. Memantapkan keyakinan akan pertolongan Allah. Khatimah Kehidupan pernikahan memang tidak selalu seindah yang diharapkan, karena memang tidak mudah menyatukan dua pribadi yang berbeda, berasal dari latar belakang yang berbeda, yang memiliki kebiasaan, karakter, keinginan yang berbeda pula. Konflik menjadi suatu hal yang mungkin terjadi, dan jika hal tersebut tidak mampu diatasi dengan bijaksana, sangat mungkin akan membawa pernikahan kepada perceraian. Karenanya, sangatlah penting bagi setiap pasangan yang hendak menikah untuk mempersiapkan pernikahannya, sehingga dapat mengantisipasi badai yang akan menerpa dan pada saat hal tersebut terjadi dapat diatasi dengan baik pula. Keluarga Rasulullah saw. juga tidak luput dari persoalan, akan tetapi dengan bimbingan wahyu, baginda Rasulullah mampu menyelesaikan berbagai persoalan tersebut. Ini semua menjadi contoh terbaik untuk kita semua dalam menyelesaikan prahara yang mendera rumah tangga kita. Apabila pasangan suami-istri berusaha memperhatikan kewajibannya, rumah tangga yang penuh kedamaian akan betul-betul terwujud, InsyaAllah. Pasangan suami-istri memang harus bahu membahu, bekerja sama dalam menjaga keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. Sikap saling menghormati, menghargai, menyayangi, dan pengertian, saling memaafkan, serta saling mau belajar, harus dimiliki pasangan suami-istri. Alangkah indah dan sarat dengan ibrah, perkataan Abu Darda ra. pada istrinya, “Jika aku marah, maka buatlah aku rida padamu, dan jika engkau marah aku pun akan membuat dirimu rida padaku. Kalau tidak demikian, tidaklah kita bersahabat.” Wallahu a’lam bish shawwab. Sumber WAG Dunia Parenting